Sabtu, 29 Oktober 2011
MATERI PENDIDIKAN ILMU SOSIAL
PENDAHULUAN
A. Konsep dasar dan pengertian pendidikan ilmu sosial
Sehubungan
dengan esensi IPS pada jenjang sekolah dasar, bila kita simpulkan
antara tujuan pendidikan nasional pada jenjang pendidikan dasar dengan
tujuan IPS di sekolah dasar, maka IPS memberikan sejumlah nilai lebih
terhadap ketercapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Memberikan
perbekalan pengetahuan tentang manusia dan seluk beluk kehidupannya
dalam astagatra kehidupan (ipoleksosbud hankam dan agama serta
lingkungan dimana manusia tinggal yaitu sebagai insan mandiri, keluarga
dan masyarakat serta bangsa dan negara, (2) Membina kesadaran, keyakinan
dan sikap akan pentingnya hidup bermasyarakat dengan penuh rasa
kebersamaan, bertanggung jawab dan manusiawi (menghargai
derajat-martabat sesama, penuh kecintaan dan rasa kekeluargaan), (3)
Membina keterampilan hidup bermasyarakat dalam negara Indonesia yang
berlandaskan Pancasila, (4) Menunjang terpenuhinya bekal kemampuan dasar
dari peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi,
anggota masyarakat, warga negara dan anggota ummat manusia, dan (5)
Membina perbekalan dan kesiapan untuk belajar lebih lanjut dan atau
melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi (Hasan, 2004).
Mempelajari
Konsep dasar IPS berisi tentang pengertian, latar belakang,
rasionalisme, hubungan dengan mata pelajaran lainnya, tujuan, dan ruang
lingkup IPS SD. Dengan mempelajari materi Konsep dasar IPS ini,
diharapkan dapat menjelaskan konsep-konsep IPS yang berpengaruh terhadap
kehidupan masa kini dan masa yang akan datang secara kritis dan
kreatif. Pembahasan materi ini menerapkan pendekatan antar disiplin yang
mengintegrasikan ilmu-ilmu sosial.
B. Pengertian Pendidikan Ilmu Sosial
Rumusan
tentang pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh para ahli IPS atau
social studies. Berikut pengertian IPS yang dikemukakan oleh beberapa
ahli pendidikan dan IPS di Indonesia.
a.
Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan dari
suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. IPS merupakan
integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi,
budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi
manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi
dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.
b.
Nu’man Soemantri menyatakan bahwa IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu
sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA.
Penyederhanaan mengandung arti: a) menurunkan tingkat kesukaran
ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi
pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa sekolah dasar dan
lanjutan, b) mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu
sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah
dicerna.
c.
S. Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi
atau paduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS
merupakan bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peran manusia
dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah, ekonomi,
geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.
Dengan demikian, IPS bukan ilmu sosial dan pembelajaran IPS yang
dilaksanakan baik pada pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, tetapi aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala, dan masalah sosial masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan jenjang pendidikan masing-masing. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian siswa yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.
dilaksanakan baik pada pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, tetapi aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala, dan masalah sosial masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan jenjang pendidikan masing-masing. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian siswa yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.
C.Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Ilmu Sosial
Dalam
bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut
meliputi : Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies)
dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
a. Ilmu Sosial (Sicial Science)
Achmad
Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2)
adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu
pengetahuan sosial yang bertaraf akademis dan biasanya dipelajari pada
tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”.
Menurut
Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin
intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara
ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada
kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Nursid
Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan
maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu
yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai
anggota masyarakat.
b. Studi Sosial (Social Studies).
Berbeda
dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan
atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang
pengkajian tentang gejala dan masalah social. Tentang Studi Sosial ini,
Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan sebagai berikut : Sudi Sosial
tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan
bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar dan dapat
berfungsi sebagai pengantar bagi lanjutan kepada disiplin-disiplin ilmu
sosial.
c. Pengetahuan Sosial (IPS)
Pada
dasarnya Mulyono Tj. (1980: memberi batasan IPS adalah merupakan suatu
pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran
Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu
Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial,
sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih
ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996: 4) bahwa IPS merupakan hasil
kombinasi atau hasil perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti:
geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik.
Tekanan
yang dipelajari IPS berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan
masyarakat bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan
kehidupan kemasyarakatan. Dari kerangka dan masalah sosial, ditelaah,
dianalisis faktor-faktornya, sehingga dapat dirumuskan jalan
pemecahannya.
Berdasarkan
kerangka tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah bidang
studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah social
di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan
Latar
belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di
Indonesia karena pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari
situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat
pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan
Orde Baru. Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim
Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional
dalam bidang pendidikan. Kelima masalah tersebut antara lain:
1. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional
Rasional Pendidikan IPS
Rasionalisasi mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa dapat:
1. Mensistimasikan pengetahuan dan kemampuannya, agar lebih bermakna.
2. Lebih peka dan tanggap terhadap masalah sosial sekitarnya secara rasional & bertanggung jawab.
3. Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan masyarakatnya.
Munculnya rasional pendidikan IPS adalah sebagai berikut:
1. Karena siswa berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda
2. Masalah sosial sangat luas, kompleks, rumit, dan abstrak.
3. Dengan pendidikan IPS, siswa bisa dibimbing dan diarahkan untuk menghadapi masalah sosial disekitarnya.
Tujuan dan fungsi PIS
Tujuan Pendidikan Ilmu SosialYaitu mengembangkan kemampuan siswa dalam penguasaan disiplin ilmu social untuk mencapai tujuan ilmu social yang lebih tinggi.
Tujuan pencapaian pendidikan ilmu sosial dikelompokkan dalam 3 kategori:
- Pengembangan kemampuan intelektual siswa
- Pengembangan kemampuan serta rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa
- Pengembangan diri siswa pribadi
Pengembangan afektif adalah tujuan yang berkenaan dengan aspek sikap, nilai, dan moral.
- Sikap
- Nilai
- Moral
Pengembangan Konatif
Adalah kualitas yang menimbulkan bahwa seseorang tidak hanya memiliki pengetahuan dan pemahaman, kemampuan kognitif yang tinggi, sikap nilai & moral, akan tetapi dia juga memiliki keinginan untuk melaksanakan dan membuktikan dalam kehidupan sehari-hari.
Konatif adalah pelaksanaan yang riil dari apa yang sedang menjadi miliknya.
Tujuan konatif:
- Penumbuhan sikap dan kehidupan yang religious
- Melaksanakan tugas social
- Melaksanakan tanggung jawab pribadi
- Bekerja keras
- Jujur
- Kemauan serta kemampuan untuk beradaptasi
- Materi PIS
- Teori dan Generalisasi
Teori ini dibagi menjadi 4:
- Grand teori
- Teori tipe
- Formal and middle range teori
- Substantive teori
- Konsep
Kesamaan, adanya unsur yang sama, konkret atau abstrak.
Keterhubungan, adanya hubungan antar berbagai benda atau sifat, konkret maupun abstak, dan terjadi atas dasar pemikiran abstrak.
- Fakta
Fakta menjadi penopang yang menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi dan teori. Fakta juga diperlukan untuk membentuk konsep, konsep dirangkum dalam hipotesa kemudian dikembangkan menjadi generalisasi.
- Pengorganisasian Materi Kurikulum
- Pengorganisasian Terpisah
Keuntungan:
Ø Siswa belajar seutuhnya terpusat hanya pada satu disiplin ilmu saja.
Kelemahan:
Ø Menjadikan pendidikan ilmu social sebagai suatu pendidikan yang hanya mementingkan kepentingan disiplim ilmu.
- Pengorganisasian Korelatif
- Pengajaran Pengetahuan dan Pemahaman Dalam PIS
Pengetahuan adalah sesuatu yang dilakukan dengan cara mengingat atau mengambil kembali apa yang sudah ada dalam pikiran seseorang tentang suatu pokok pikiran, materi atau fenomena.
Pengetahuan terdiri atas pengetahuan istilah, fakta, tentang cara berhubungan.
Pengajaran Berfikir Dalam PIS
Kemampuan berfikir digunakan untuk memecahkan masalah melalui pemanfaatan pengetahuan pemahaman, dan keterampilan.
Kegiatan berfikir meliputi proses:
- menentukan hukum sebab-akibat
- pemberian makna terhadap sesuatu yang baru
- mendeteksi keteraturan diantara fenomena yang ada
- penentuan kualifikasi
- menentukan ciri khas fenomena
Kemampuan Proses dalam PIS
Kemampuan proses adalah kemampuan seseorang dalam mendapat informasi, mengolah informasi, menggunakan informasi, serta mengkomunikasikan hasilnya.
Kemampuan proses yang bisa dikembangkan meliputi:
- mengumpulkan informasi
- mengolah informasi
- memanfaatkan
- mengkomunikasikan hasil
- Pengajaran ilmu sosial dengan problem solving (pemecahan masalah)
Langkahnya:
Ø Mengidentifikasi masalah
Ø Pengembangan alternatif
Ø Pengumpulan data untuk menguji alternatif
Ø Pengujian alternatif
Ø Pengambilan keputusan
· Pengajaran ilmu sosial dengan inkuiri
Berdasarkan masalah yang ada dalam disiplin ilmu, bukan pada masalah sehari-hari.Langkahnya:
Ø Perumusan masalah
Ø Pengembangan hipotesis
Ø Pengumpulan data
Ø Pengolahan data
Ø Pengujian hipotesis
Ø Penarikan kesimpulan
Pengajaran Nilai dalam PISModel pengajarannya:
v Role Playing (Bermain Peran)
Yaitu
suatu proses belajar dimana siswa melakukan sesuatu yang dilakukan
orang lain. Bermain peran merupakan model pengajaran untuk mengembangkan
sikap, nilai, moral pada diri siswa melalui peran yang dimainkannya.
v Drama social (Sosio Drama)
Ruang
lingkup sosio drama hanya membatasi diri pada permasalahan yang
berkenaan dengan aspek social dalam masyarakat. Sosio drama merupakan
model pengajaran untuk mengembangkan sikap, nilai, dan moral melaui
peran social yang dimainkannya dalam suatu peristiwa social.Perencanaan Pengajaran PIS
Dalam pengajaran PIS ada faktor-faktor yang yang terlibat, salah satunya adalah guru. Guru sangat berperan dalam menghasilkan siswa. Selaim itu ada faktor lain yang juga berpengaruh, yaitu faktor nonteknis.
Faktor nonteknis meliputi:
- Kemampuan siswa
- Keyakinan diri guru sebagai pendidik
- Kreatifitas guru
- Kecintaan guru terhadap disiplin ilmu yang diajarkannya
Evaluasi PIS
Tujuan dan fungsi evaluasi:
Untuk menentukan tingkat keberhasilan yang telah dicapai dalam suatu kegiatan pendidikan (fungsi sumatif).
Untuk mengetahui keunggulan serta kelemahan siswa atau kelemahan suatu proses (fungsi formatif).
Alat Evaluasi:
Tes
Laporan tugas siswa
Catatan/observasi guru/catatan siswa
Wawancara
LANDASAN PENDIDIKAN ILMU SOSIAL
Pendidikan merupakan bagian
penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk
hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh
instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian
kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti.
Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak
ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya,
begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa
diajar oleh guru dan dosen.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengerian bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia.
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan. Pada makalah ini berusaha memuat tentang : landasan hukum,landasan filsafat,landasan sejarah,landasan sosial budaya,landasan psikologi,dan landasan ekonomi . 1. Landasan HukumKata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak.Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini , bila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.a. Pendidikan menurut Undang-Undang 1945Undang – Undang Dasar 1945 adalah merupakan hokum tertinggi di Indonesia.Pasal – pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang – Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap – tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajar Pasal 32 pada Undang – Undang Dasar berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.an nasional, yang diatur dengan Undang – Undang.b. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tidak semua pasal akan dibahas dalam buku ini. Yang dibahas adalah pasal – pasal penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk mengembangkan pendidikan. Pertama – tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 5. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.“Selanjutnya Pasal 1 Ayat 5 berbunyi : Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Pendidik tertera dalam pasal 27 ayat 6, yang mengatakan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.” 2. Landasan FilsafatFilsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar – akarnya mengenai pendidikanAgar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap, berikut akan dipaparkan tentang beberapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini. Aliran itu ialah :1. Esensialis2. Parenialis3. Progresivis4. Rekonstruksionis5. EksistensialisFilsafat pendidikan Esensialis bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti berabad – abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yang esensial, yang lain adalah suatu kebenaran secara kebetulan saja. Tekanan pendidikannya adalah pada pembentukan intelektual dan logika.Filsafat pendidikan Parenialis tidak jauh berbeda dengan filsafat pendidikan Esensialis. Kalau kebenaran yang esensial pada esensialis ada pada kebudayaan klasik dengan Great Booknya, maka kebenaran Parenialis ada pada wahyu Tuhan. Tokoh filsafat ini ialah Agustinus dan Thomas Aquino.Demikianlah Filsafat Progresivisme mempunyai jiwa perubahan, relativitas, kebebasan, dinamika, ilmiah, dan perbuatan nyata. Menurut filsafat ini, tidak ada tujuan yang pasti. Tujuan dan kebenaran itu bersifat relative. Apa yang sekarang dipandang benar karena dituju dalam kehidupan, tahun depan belum tentu masih tetap benar. Ukuran kebenaran ialah yang berguna bagi kehidupan manusia hari ini. Tokoh filsafat pendidikan Progresivis ini adalah John Dewey.Filsafat pendidikan Rekonstruksionis merupakan variasi dari Progresivisme, yang menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki (Callahan, 1983). Mereka bercita – cita mengkonstruksi kembali kehidupan manusia secara total.Filsafat pendidikan Eksistensialis berpendapat bahwa kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya manusia di dunia ini tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena ada manusia. Manusia adalah bebas. Akan menjadi apa orang itu ditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri. 3. Landasan SejarahSejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep – konsep tertentu. Sejarah pendidikan di Indonesia.Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum Negara Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia juga cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh agama Islam, pendidikan pada zaman kemerdekaan. Pada waktu bangsa Indonesia berjuang merintis kemerdekaan ada tiga tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang berjuang melalui pendidikan. Merka membina anak-anak dan para pemuda melalui lembaganya masing-masing untuk mengembalikan harga diri dan martabatnya yang hilang akibat penjajahan Belanda. Tokoh-tokoh pendidik itu adalah Mohamad Safei, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (TIM MKDK, 1990). Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di Kayutanam. Maksud ulama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Tokoh pendidik nasional berikutnya yang akan dibahas adalah Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat, system, dan metode pendidikannya diringkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambang.Asas Taman Siswa dirumuskan pada Tahun 1922, yang sebagian besar merupakan asas perjuangan untuk menentang penjajah Belanda pada waktu itu. Tokoh ketiga adalah Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Agama Islam pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Agama Islam. Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan agama Islam, dengan beberapa cirri seperti berikut (TIM MKDK, 1990).Asas pendidikannya adalah Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta Negara.Ada lima butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu :
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengerian bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia.
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan. Pada makalah ini berusaha memuat tentang : landasan hukum,landasan filsafat,landasan sejarah,landasan sosial budaya,landasan psikologi,dan landasan ekonomi . 1. Landasan HukumKata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak.Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini , bila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.a. Pendidikan menurut Undang-Undang 1945Undang – Undang Dasar 1945 adalah merupakan hokum tertinggi di Indonesia.Pasal – pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang – Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap – tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajar Pasal 32 pada Undang – Undang Dasar berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.an nasional, yang diatur dengan Undang – Undang.b. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tidak semua pasal akan dibahas dalam buku ini. Yang dibahas adalah pasal – pasal penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk mengembangkan pendidikan. Pertama – tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 5. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.“Selanjutnya Pasal 1 Ayat 5 berbunyi : Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Pendidik tertera dalam pasal 27 ayat 6, yang mengatakan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.” 2. Landasan FilsafatFilsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar – akarnya mengenai pendidikanAgar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap, berikut akan dipaparkan tentang beberapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini. Aliran itu ialah :1. Esensialis2. Parenialis3. Progresivis4. Rekonstruksionis5. EksistensialisFilsafat pendidikan Esensialis bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti berabad – abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yang esensial, yang lain adalah suatu kebenaran secara kebetulan saja. Tekanan pendidikannya adalah pada pembentukan intelektual dan logika.Filsafat pendidikan Parenialis tidak jauh berbeda dengan filsafat pendidikan Esensialis. Kalau kebenaran yang esensial pada esensialis ada pada kebudayaan klasik dengan Great Booknya, maka kebenaran Parenialis ada pada wahyu Tuhan. Tokoh filsafat ini ialah Agustinus dan Thomas Aquino.Demikianlah Filsafat Progresivisme mempunyai jiwa perubahan, relativitas, kebebasan, dinamika, ilmiah, dan perbuatan nyata. Menurut filsafat ini, tidak ada tujuan yang pasti. Tujuan dan kebenaran itu bersifat relative. Apa yang sekarang dipandang benar karena dituju dalam kehidupan, tahun depan belum tentu masih tetap benar. Ukuran kebenaran ialah yang berguna bagi kehidupan manusia hari ini. Tokoh filsafat pendidikan Progresivis ini adalah John Dewey.Filsafat pendidikan Rekonstruksionis merupakan variasi dari Progresivisme, yang menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki (Callahan, 1983). Mereka bercita – cita mengkonstruksi kembali kehidupan manusia secara total.Filsafat pendidikan Eksistensialis berpendapat bahwa kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya manusia di dunia ini tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena ada manusia. Manusia adalah bebas. Akan menjadi apa orang itu ditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri. 3. Landasan SejarahSejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep – konsep tertentu. Sejarah pendidikan di Indonesia.Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum Negara Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia juga cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh agama Islam, pendidikan pada zaman kemerdekaan. Pada waktu bangsa Indonesia berjuang merintis kemerdekaan ada tiga tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang berjuang melalui pendidikan. Merka membina anak-anak dan para pemuda melalui lembaganya masing-masing untuk mengembalikan harga diri dan martabatnya yang hilang akibat penjajahan Belanda. Tokoh-tokoh pendidik itu adalah Mohamad Safei, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (TIM MKDK, 1990). Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di Kayutanam. Maksud ulama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Tokoh pendidik nasional berikutnya yang akan dibahas adalah Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat, system, dan metode pendidikannya diringkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambang.Asas Taman Siswa dirumuskan pada Tahun 1922, yang sebagian besar merupakan asas perjuangan untuk menentang penjajah Belanda pada waktu itu. Tokoh ketiga adalah Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Agama Islam pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Agama Islam. Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan agama Islam, dengan beberapa cirri seperti berikut (TIM MKDK, 1990).Asas pendidikannya adalah Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta Negara.Ada lima butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu :
- Perubahan cara berfikir
- Kemasyarakatan
- Aktivitas
- Kreativitas
- Optimisme
4. Landasan Sosial BudayaSosial
mengacu kepada hubungan antar individu, antarmasyarakat, dan individu
secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan.Sama
halnya dengan social, aspek budaya inipun sangat berperan dalam proses
pendidikan. Malah dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang tidak
dimasuki unsure budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya,
cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan-kegiatan mereka
dan bentuk-bentuk yang dikerjakan juga budaya. Sosiologi dan PendidikanSosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam
kelompok-kelompok dan struktur sosialnya.Proses sosial dimulai dari
interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi
sosial. Interaksi dan proses social didasari oleh factor-faktor berikut
:1. Imitasi2. Sugesti3. Identifikasi4. Simpati Kebudayaan dan PendidikanKebudayaan
menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, seni, huku, moral, adapt, dan
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang
sebagai anggota masyarakat (Imran Manan, 1989)Hassan (1983) misalnya
mengatakan kebudayaan berisi (1) norma-norma, (2) folkways yang mencakup kebiasaan, adapt, dan tradisi, dan (3) mores,
sementara itu Imran Manan (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan
sebagai berikut :1. Gagasan2. Ideologi3. Norma4. Teknologi5. BendaAgar
menjadi lengkap, perlu ditambah beberapa komponen lagi yaitu :1.
Kesenian2. Ilmu3. KepandaianKebudayaan dapat dikelompokkan menjadi tiga
macam, yaitu :1. Kebudayaan umum, misalnya kebudayaan Indonesia2.
Kebudayaan daerah, misalnya kebudayaan Jawa, Bali, Sunda, Nusa Tenggara
Timur dan sebagainya3. Kebudayaan popular, suatu kebudayaan yang masa
berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua macam kebudayaan
terdahulu. 5. Landasan PsikologiPsikologi atau ilmu
jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah
roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh
alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan
kendali kehidupan manusia, yang berada dan melekat dalam manusia itu
sendiri.a. Psikologi Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan.
Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah : (Nana Syaodih, 1988)1.
Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui
tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri pada
tahap-tahap yang lain.2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini
memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat
kelompok-kelompok3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat
karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan
individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual. Sementara
itu Stanley Hall penganut teori Evolusi dan teori Rekapitulasi membagi
masa perkembangan anak sebagai berikut (Nana Syaodih, 1988)1. Masa kanak-kanak ialah umur 0 – 4 tahun sebagai masa kehidupan binatang.2. Masa anak ialah umur 4 – 8 tahun merupakan masa sebagai manusia pemburu3. Masa muda ialah umur 8 – 12 tahun sebagai manusia belum berbudaya4. Masa adolesen ialah umur 12 – dewasa merupakan manusi berbudaya b. Psikologi BelajarBelajar
adalah perubahan perilaku yang relative permanent sebagai hasil
pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat, atau kecelakaan)
dan bias melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu
mengkomunikasikan kepada orang lain. Ada sejumlah prinsip belajar
menurut Gagne (1979) sebagai berikut :1. Kontiguitas, memberikan situasi
atau materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang respon anak yang
diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut .2. Pengulangan,
situasi dan respon anak diulang-ulang atau dipraktekkan agar belajar
lebih sempurna dan lebih lama diingat. 3.
Penguatan, respon yang benar misalnya diberi hadiah untuk
mempertahankan dan menguatkan respon itu.4. Motivasi positif dan percaya
diri dalam belajar.5. Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk
memancing aktivitas anak-anak 6. Ada upaya membangkitkan keterampilan
intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam mengajar 7. Ada
strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam belajar 8.
Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh factor-faktor dalam
pengajaran. 6. Landasan EkonomiPada zaman pasca
modern atau globalisasi sekarang ini, yang sebagian besar manusianya
cenderung mengutamakan kesejahteraan materi disbanding kesejahteraan
rohani, membuat ekonomi mendapat perhatian yang sangat besar. Tidak
banyak orang mementingkan peningkatan spiritual. Sebagian besar dari
mereka ingin hidup enak dalam arti jasmaniah. Seperti diketahui dana
pendidikan di Indonesia sangat terbatas. Oleh sebab itu ada kewajiban
suatu lembaga pendidikan untuk memperbanyak sumber-sumber dana yang
mungkin bias digali adalah sebagai berikut :
- Dari pemerintah dalam bentuk proyek-proyek pembangunan, penelitian-penelitian bersaing, pertandingan karya ilmiah anak-anak, dan perlombaan-perlombaan lainnya.
- Dari kerjasama dengan instansi lain, baik pemerintah, swasta, maupun dunia usaha. Kerjasama ini bias dalam bentuk proyek penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan proyek pengembangan bersama.
- Membentuk pajak pendidikan, dapat dimulai dari satu desa yang sudah mapan, satu daerah kecil, dan sebagainya. Program ini dirancang bersama antara lembaga pendidikan dengan pemerintah setempat dan masyarakat. Dengan cara ini bukan orang tua siswa saja yang akan membayar dana pendidikan, melainkan semua masyarakat.
- Usaha-usaha lain, misalnya :
- Dana rutin, ialah dana yang dipakai membiayai kegiatan rutin, seperti gaji, pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, perkantoran, biaya pemeliharaan, dan sebagainya.
- Dana pembangunan, ialah dana yang dipakai membiayai pembangunan-pembangunan dalam berbagai bidang. Yang dimaksudkan dengan pembangunan disini adalah membangun yang belum ada, seperti prasarana dan sarana, alat-alat belajar, media, pembentukan kurikulum baru, dan sebagainya.
- Dana bantuan masyarakat, termasuk SPP, yang digunakan untuk membiayai hal-hal yang belum dibiayai oleh dana rutin dan dana pembangunan atau untuk memperbesar dana itu.
- Dana usaha lembaga sendiri, yang penggunaannya sama dengan butir 3 di atas
KURIKULUM PIS
Filsafat ada tiga:- Filsafat Alam
- Astronomi, Fisika (kosmologi)
- Kimia, Biologi, Geografi (natural sains)
- Filsafat Kejiwaan -> Psikologi
- Filsafat Sosial -> Ilmu-ilmu social
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan diri, keprinadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Lima Hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan:
- Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
- Pendidikan sebagai kegiatan bimbingan
- Pendidikan sebagai kegiatan pengajaran
- Pendidikan sebagai kegiatan pelatihan
- Peran peserta didik
Kurikulum adalah suatu substansi sekolah.
Kurikulum sebagai rencana nasional dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan diatas menganut paham Rekonstrukturisme.
Paham reonsrukturisme menghendaki agar pendidikan diarahkan kepada kemampuan atas partisipasi peserta didik di masa yang akan datang.
Ilmu-Ilmu Sosial
Calhoun (1971)
Ilmu-ilmu social sebagai studi tentang tingkah laku kelompok umat manusia (The Study of The Group Behaviour of Human Beings)
Pendidikan ilmu-ilmu sosial:
Pendidikan mengenai disiplin ilmu-ilmu sosial
- SMU/SMK : Tingkat Dasar, masih bersifat permulaan
- Mahasiswa : Kedalaman materi untuk bidang studi
Dua hal yang diperhatikan dari mahasiswa dalam setiap pengajaran disiplin ilmu:
- Penguasaan aspek subtansif keilmuan
- Penguasaan prosedur hedodolis pencarian kebenaran dalam keilmuan itu
Bentuk-Bentuk Pendidikan Ilmu Sosial
Ilmu-ilmu sosial:
- Disiplin Ilmu Sosial
Misal: Ekonomi, Sejarah, Antropologi, Sosiologi, dll.
- Disiplin Ilmu Sosial
Dibagi menjadi tiga macam pendekatan:
- Pendekatan Terpadu (Mregeted)
- Pendekatan Berhubungan
- Pendekatan Terpisah
- Pendekatan Terpisah
- Pendekatan Gabungan
- Pendekatan Multidisiplin
- Pendekatan Terpadu
Syntetik Social Scienes
Upaya untuk memadukan berbagai disiplin limu social menjadi suatu disiplin baru.
Pelopornya Bruner dkk dari Universitas Harvard.
Landasan Pendidikan Ilmu Sosial
Guru yang baik adalah guru yang mempunyai wawasan dan kesadaran akan manfaat ilmu yang diajarkan.
Manfaat:
Ø Pengembangan karier
Ø Mencari dan menambah pengetahuan
Ø Penumbuhan keterampilan professional baru
Ø Perbaikan profesi belajar siswa yang dibimbingnya
Landasan Filosofis PendidikanDasar pandangan seseorang mengenai tujuan yang seharusnya dicapai, materi yang apa yang seharusnya diajarkan, proses belajar apa yang harus dikembangkan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.
Ada tiga macam aliran dalam falsafah kurikulum:
- Aliran Esensial
Tanner dan Tanner (1980)
Intelektualisme adalah tujuan yang paling mendasar dari setiap upaya pandidikan.
- Aliran Perenialisme
Tanner dan Tanner (1980)
Beranggapan bahwa pendidikan harus diarahkan secara eksklusif pada pengembangan intelektual tersebut, harus didasarkan pada studi yang dinamakan Liberal Arts dan buku besar.
- Aliran Rekonsrukturionis
Ø Intelektual bukan tujuan yang dikehendaki
Ø Menyelesaikan
problema masyarakat untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat jauh
lebih penting dari pengembangan intelektualisme keilmuan
Landasan PolitisUntuk Indonesia dihubungkan dengan keputusan formal dalam pendidikan, seperti Pancasila, UUD 45, UU Pendidikan, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri.
UU Pendidikan No. 20 Tahun 2003:
“Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
Tuntutan Masyarakat
Menurut Tyler, (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984):
Tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum.
Pengembangan masyarakat yang pesat selalu membawa dampak bagi kehidupan social, ekonomi, dan budaya. Munculnya nilai dan norma baru yang mungkin dianggap berbeda, bahkan bertentangan dengan apa yang diyakini anggota mayarakat itu sebagai individu ataupun kelompok.
Jenis tujuan ada dua:
- Tujuan Obyektif, yaitu tujuan yang dicapai dalam 1-2 kali pertemuan kelas atau dapat dicapai dalam 1 satuan pengajaran (satpel).
- Development Obyektif, yaitu pencapaiannya melalui penguasaan materi yang cukup lama oleh siswa.
Merupakan tujuan yang paling dasar. Pengetahuan berhubungan dengan kemampuan/daya ingat siswa.
Menurut Triggs (1991)
Seseorang yang belajar IPS harus memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai:
- Ruang lingkup dan pokok kajian
- Struktur keilmuan dari setiap disiplin
- Fakta, konsep, peristiwa yang dianggap penting
- Pokok pikiran keilmuan
- Teori yang dianggap penting dan relevan
- Tokoh yang melahirkan teori
- Isu penting yang ada di masyarakat
Transaksional Resources Ilmu-ilmu sosial
Ilmu-ilmu
sosial berkembang seiring dengan kegiatan penelitian ilmuwan sosial.
Oleh karena itu bahan pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan
diberbagai bagian muka bumi dan negara makin bertambah. Makin
bertambahnya bahan pengetahan tentang masyarakat dan kebudayaan akan
mempermudah penyususnan bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial di
sekolah-sekolah. Artinya, jika bahan pengetahuan tentang masyarakat dan
kebudayaan Indonesia banyak misalnya, maka penyususnan bahan
pengajajaran tentang Indonesia semakin mudah. Sebaliknya, jika bahan
pengetahuan Indonesia tersebut sedikit misalnya, maka penyusunan bahan
pengetahuan tentang Indonesia akan mengalami kesukararan. Pembelajaran
ilmu-ilmu sosial terpengaruh oleh kondisi ilmu-ilmu sosial. penentuan
bahan pengetahuan pada kurikulum ilmu-ilmu sosial IPS terpengaruh oleh
kekayaan unsur-unsur pengetahuan pada cabang-cabang IS seperti sejarah,
geografi, ekonomi, politik dalam acuan ciri, sosiologi, dan antropologi.
Tersedianya
unsur-unsur keilmuan sejarah, geografi, ekonomi, politik dalam arti
Civics, sisiologi, dan antropologi negara tertentu memudahkan penyusunan
kurikulum IPS pada jenjang SD, SLTP, dan SLA. Unsur-usur keilmuan IS
yang menjadi bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial tersebut adalh fakta,
konsep, generalisasi, dan teori-teori. Di samping unsur yang terstruktur
secara statis sebagai bangunan IS tersebut, terdapat juga alat ilmu
seperti metode penelitian ilmiah, hipotesis, teknik uji kebenaran
ilmiah, model-model ilmiah. Alat-alat keilmuan seperti metode penelitian
tersebut merupakan segi dinamis keilmuan. Keseluruhan unsur keilmuan
tersebut dijadikan bahan pengetahuan IS yang dibelajarkan oleh
pembelajar atau yang dipelajari oleh pebelajar.
Penyususnan unsur keilmuan IS menjadi perogram pembelajaran pebelajar. Penyususnan unsur
keilmuan IS menjadi program pembelajaran IS terkait pada tipe-tipe
kurikulum baik yang mono disiplin, atau inter disiplin. Sebagai
ilustrasi akan dikemukakan contoh-contoh konsep, generalisasi, teori,
yang lazim dibelajarkan. Contoh-contoh tersebut diadaptasi dari karya
James A. Banks dan Pearl M.Oliner. Bangunan ilmu sosial merupakan
jaringan hubungan antara fakta, konsep, generalisasi, dan teori.
Secara
struktural bubungan keempat unsur tersebut terlukis dalam teori
Durkhiem tentang bunuh diri. Secaera empiris teori Durkhiem tersebut
menerangkan perbandingan tingkat bunuh diri. Rangkain teori Durkheim
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Di dalam kelompok sosial, tingkat bunuh diri bermacam-macam secara langsung berhubungan dengan tingkat individualisme.
2. Tingkat individualisme bermacam-macam berhubungan dengan insiden Protestantisme.
3. Oleh karena itu, tingkat bunuh diri bermacam-macam sehubungan dengan insiden Protestantisme.
4. Insiden Protestantisme di Spanyol rendah.
5. Oleh karena itu, tingkat bunuh diri di Spanyol rendah.
Cabang
ilmu-ilmu sosial adalah ilmu empiris, artinya bertitik tolak dari
fakta. Tiap cabang ilmu sosial memperlajari fenomena sosial dengan
perhatian berbeda, dan karenanya memperoleh seperangkat konsep yang
berbeda pula. Konsep-konsep pada disiplin ilmu sosial tertentu yang
umumnya dipelajari di sekolah. Konsep tersebut merupakan konsep kunci
pada cabang ilmu tertentu yang bermanfaat bagi para pebelajar IPS
jenjang sekolah dasar dan sekolah lanjutan. Penyelenggaraan pembelajaran
ilmu-ilmu sosial dapat dilaksanakan berdasarkan kurikulum mono
disiplin. Oleh karena itu terdapat juga konsep-konsep cabang ilmu yang
menjadi konsep IPS yang interdisiplin.
Hilda
Taba yang menyusun IPS interdisiplin berhasil menghimpun konsep ilmu
sosial menjadi konsep IPS interdisiplin. Bahan pembelajaran ilmu-ilmu
sosial atau bahan pembelajaran IPS bersumber dari ilmu-ilmu sosial.
Ilmu-ilmu sosial adalah ilmu pengetahuan, dan oleh karena itu sebagai
ilmu otonom berlaku arti sebagai aktifitas, sebagai metode, dan sebagai
pengetahuan ilmiah.
Secara
statis bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial atau dalam konsep IPS
terdiri dari unsur keilmuan yang statis dan dinamis. Bahan pembelajaran
ilmu-ilmu sosial di sekolah sudah tentu akan bermuatan unsur-unsur
keilmuan. Makin tinggi jenjang sekolah, maka jumlah konsep,
generalisasi, teori dan metode penelitian makin besar. Lebih dari itu,
maka ilmu adalah suatu kegiatan dengan metode ilmiah yang ingin mencapai
misi ilmiah.
3. Sumber Pembelajaran Ilmu Sosial dan IPS
Pembelajaran
ilmu-ilmu sosial dan IPS dilaksanakan berdasrkan disain pembelajaran
yang mono-disiplin atau interdisiplin, serta berdasarkan pendekatan
mengajarnya. Studi historis tentang alat bantu pembelajaran dan sumber
pembelajaran menunjukan bahwa
konsep tentang alat bantu mengajar mengalami perkembangan, ada tiga
periode pemikiran tentang alat bantu mengajar atau yang pada tahun
1950-an sebagai media pembelajaran dan sumber pembelajaran. Pemikiran
tersebut berkaitan dengan kemajuan studi kurikulum dan indursti alat
pembelajaran.
Pemikiran tentang alat bantu mengajar tersebut
secara garis besar dibedakan dalam periode-periode berikut. (i) Sampai
tahun 1700-an pemikiran tentang alat peraga didominasi oeh wawasan
filosofis. Joh Amos Comunius (1592-1670) misalnya mendobrak dominasi
dengan visual aid tectbook-nya. Hal ini merintis perombakan pemikiran
alat peraga. (ii) Periode 1700-1900 lahir rintisan eksperimentasi
psikologi dan teori belajar baru. Alat peraga mulai dikaitkan dengan
merode mengajar. (iii) Sejak tahun 1900 sampai sekarang yang dapat
dibedakan menjadi dua tahap, yaitu atahun 1900-1950 dan sesudah tahun
1950.
Sejak
tahun 1900 perhatian pada alat peraga semakin tinggi, danmuali menjadi
suatu spesialisasi baru. Penelitian tentang penggunaan radio, film,
televisi, dan alat peraga lain semakinsistematis. Ada dua jenis konsep
tentang alat peraga dan sumber pembelajaran. Pertama, konsep keilmuan
alam tentang teknologi pembelajaran yang memandang segala media
pembelajaran sebagai alat bantu mengajar. Asumsinya bahwa alat
audiovisual dan mesin-mesin merupakan media noveverbal yang berguna
untuk menghidarkan verbalisme. Konsep ini berpengaruh secara dominan
tahun 1900-1950-an. Kedua, muncul konseop ilmu perilaku (behavioral
science) tentang teknologi pembelajaran. Konsep ini berusaha
menghilangkan pandangan dikhotomis tentang alat peraga yang membedakan
media pembelajaran verbal dan non-verbal.
Konsep
keilmuan yang membedakan alat peraga verbal dan non-verbal
mengakibatkan penyebelahan mengajar. Konsep ilmu perilaku memandang
media pembelajaran, mesin-mesin, sumber pengetahuan, materi pembelajaran
sebagai bagian integral program pengarjan, yangakan mengubah perilaku
pebelajar. Praktek pembelajaran tergantung pada metode keilmuan yang
dikembangkan oleh ahli ilmu perilaku (behavioral science, sebagai fusi
psikologi, sosiologi, dan antropologi).
Hubungan
antara ilmu perilaku dengan teknologi instruksional sejajar dengan
hubungan antara ilmu pengetahuan alam dengan teknologi engineering, atau
hubungan antara biologi dengan teknologi kedokteran. Konsep perilaku
ini berlaku sejak tahun 1950 sampai sekarang. Pembelajaran ilmu-ilmu
sosial sudah tentu terpengaruh oleh perkembagan industri alat peraga dan
konsep media pembelajaran.
IPS
progresiveme memandang media pengarjan sebgai bagian intergral program
pembelajaran IPS. Social science education juga memandang media
pembelajaran sebagai bagian integral program pembelajaran ilmu sosial.
Aliran ini menunjukan adanya simbol bahasa, simbol visual sebagai alat
memperlajari ilmu sosial. IPS gaya baru memandang media pembelajaran dan
sumberp pengetahuan yang ada di masyarakat sebagai bagian integral program pembelajaran IPS.
Memposisikan
media pembelajaran dan sumber pengetahuan di masyarakt sebagai bagian
integral program pembelajaran ilmu sosial. Untuk lebih jelasnya, berikut
akan diuraikan tentang hal itu yaitu:
1. memposisikan
ilmu pengetahuan sebagi seistem pengetahuan terbuka. Artinya
pengetahuan yang terdapat dalam buku teks dan realitas sosial di
masyarakat merupakan suatu komprehensivitas. Dengan kata lain, buku
pengetahuan baru merupakan sebagian dari pengetahuan. Si pebelajar, atau
pembaca buku pengetahuan masih harus menerapkan keterampilan metodis
mengungkap masyarakat menjadi pengetahuan.
2. memposisikan
pebelajar sebgai seorang pribadi aktif pencari ilmu pengetahuan.
Kedudukan pebelajar sebagai pencari aktif ilmu pengetahuan
mnyederajatkan pembelajar sebagai peneliti ilmu pengetahuan. Hal ini
berakibat mengubah pola interaksi pembelajar-pebelajar pengetahuan.
3. memposisikan
ilmu pengetahuan sebagai salah satu unsur kebudayaan, disamping
benda-benda budaya dan perilaku sosial. Ilmu sosial dipandang sebagai
salah satu unsur kebudayaan, di samping sistem berfikir logis, menganut
orientasi nilai keilmuan, dan berbeda dengan orientasi nilai yang lain.
Instrumen
pembelajaran ilmu-ilmu sosial atau media pembelajaran dan sumber-sumber
ilmu sosial merupakan unsur keilmuan cabang-cabang ilmu sosial. alat
bantu dapat berupa alat peraga dan simbol-simbol, baik simbol verbal,
simbol visual, simbol nilai.
Nilai
keilmuan alat bantu pembelajaran tersebut secara katagoris benda-benda
sesaui dengan kendudukan dalam perangkat hubungan antara fakta konsep
generalisasi dan teori secara ilmiah. Secara fungasional berarti bahwa
seriap alat peraga memiliki keguanaan khusus pada acuan sudut pandang
disiplin ilmu sosial tertentu.
Sebagai
ilustrasi, globe sebagai model ilmiah berfungsi sebagai media ke
ruangan tentan palet di dunia, dan penunjuk lokasi di bumi. Dokumen
misalnya, merupakan media rekonstruksi tidak sejarah. Tabel jumlah
penduduk misalnya, emrupakan media yang melukiskan kondisi tenga kerja
dalam acuan tindakan ekonomis. Gambar atau bagan
interaksi sosial misalnya, melukiskan interaksi antar individu dan
antar kelompok, yang memungkinkan prediksi tidak-tindak sosial mapun
politis dalam masyarakat.
Benda-benda
budaya bukan hanya melukiskan tingkat keterampilan seseorang pendukung
kebudayaan suatu zaman, tetapi juga dapat melukiskan tngkat pengetahuan
suatu bangsa di tengah pergaulan dengan bangsa-bangsa lain. Media
pembelajaran dan sumber pengetahuan ilmu-ilmu sosial dalam rangka
pembelajaran keilmuan dapat dibedakan fungsinya menjadi beberapa
kategori sebagai berikut.
1. benda
asli merpakan peraga kongkrit sebagai media rekonstruksi sosial dan
historis, dan dasar pembentukan konsep keilmuan. Pada giliran
selanjutnya dapat digunakan sebagai konstruk generalisasi dan renstruksi
sistem sosial dan sistem nilai. Benda tiruan memiliki fungsi serupa
dengan benda asli.
2. model
ilmiah seperti tiruan perbesaran atau pengecilan benda seperti globe,
merpakan saran berfikir keilmuan yang melukiskan hubungan fakta, konsep,
generalisasi danteori ilmiah. Dengan model-model ilmiah tersebut
ilmuwan ada menyesun teori atau merevisi teori.
3. buku
ilmu pengetahuan, buku pelajran, laporan hasil penelitian dan jurnal
ilmu-ilmu sosial merupakan sumber ilmu-ilmu sosial yang sangat penting
bagi jenjang sekolah yang relevan. Karya tulis ilmiah ilmu sosial
tersebut dapat dikategorikan sebagai sumber primer, skunder atau
tertier. Pada karya tulis tersebut dapat ditemukan artikel ilmu sosial
dalam surat kabar dan majalah semi ilmiah dan majalah umum. Karya tulis
jenis ini merupakan sumber kuartir yang berguna untuk pengayaan bahan
pembelajaran. Berbeda dengan buku sumber primer dan sekundair, maka
sumber ini perlu diterima secara kritis.
4. Masyarakat
dan kebudayaan sebagai sumber pengetahuan ilmu-ilmu sosial. masyarakat
dan kebudayaan adalah realitas sosial yang dapat dijadikan lahan
penelitian ilmu-ilmu sosial. sebagai realitas sosial merupakan penyedia
fakta keilmuan, dan sekaligus wilayah uji teori keilmuan.
Bagaimana Bahan Pembelajaran itu Dibelajarkan
Membelajarkan
bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial merupakan pilihan metode mengajar.
Bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial adalah fakta, konsep, generalisasi,
teori tentang peristiwa sosial dan gejala rokhani warga masyarakat.
Singkatnya bahan pembelajaran ilmu sosial berisi unsur keilmuan dannilai
kemanusiaan.
Unsur-unsur
keilmuan dapat dipelajari secar efektif dengan internalisasi dan
latihan perilaku. Pilihan metodologis shubungan dengan bahan kognitif
dan afektif tersebut merupakan pilihan yang musykil. Secara teortis
hubungan pembelajar dan pebelajar merupakan akibat lanjut dari pilihan
pendekatan pembelajaran.
Pada
pembelajaran ilmu-ilmu sosial diharapkan untuk memilih
pendekatan-pendekatan yang menaktifkan pebelajar berperilaku, belajar
mandiri, berkesepatan menginternalisasi nilai kemanusiaan. Pendekatan
laboratorie, discovery, inkuiri, fenomenologis, dan humanistis
disarankan untuk digunakan. Dengan menggunakan kelima pendekatan
tersebut maka pebelajar berkemunkinan untuk ber-ajar unsur keilmuan baik
berupa nilai kemanusiaan.
Suatu
prayarat yang harus dipenuhi oleh pebelajar agar dapat ber-ajar aktip
pada pembelajaran ilmu sosial adalah (i) pebelajar sudah mampu membaca
dalam hati, (ii) mampu bekerja mandiri, (ii) mampu bekerja sama dengan
orang lain secara minimal, (iv) secara sederhana mampu menggunakan
simbol-simbol verba, grafis, model ilmiah, dan simbol nilai. Sudah
barang tentu kemampuan pebelajar tersebut akan meningkat apabila
pembelajar bersikap terbuka dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial.
5. Konsep Evaluasi dalam Pembelajaran Ilmu-Ilmu Sosial
Evaluasi
merupakan bagian integral dari progrm pembelajaran. Norman Gronlund
menyatakan bahwa evaluasi pembelajaran berperan penting pada proses
mengajar-belajar di kelas, dan juga bermanfaat pada program pengjaran,
pengembangan kurikulum, program kecakapan, pemberian nilai dan raport,
bimbingan dan penyuluhan, administrasi pendidikan dan program penelitian
sekolah. Evaluasi sebagai kegiatan telah deteliti oleh berbagai ahli.
Secara sistemik evaluasi merupakan bagian integral pembe-lajaran. Ada
bermacam-macam model evaluasi pembelajaran. Theodore Kaltsounis (1989)
mengemukkan pengtingnya memposisikan evaluasi pembelajaran berjalan
secara komprehensip dengan langkah-langkah mengajar yang lain.
Langkah-langkah integral pembelajaran tersebut sebagai berikut.
1. penyusunan program pembelajaran ilmu sosial atau IPS sejalan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat,
2. penyusunan
tujuan pembelajaran umum berkenaan dengan issue dan generalisasi, suatu
langkah sejajar dengan kegiatan penilaian pebelajar dan penempatan di
program pembelajaran. Langkah ini merupakan evaluasi diagnostic dan
penempatan.
3. penyusunan
tujuan pembelajaran khusus (objective) berkenaan dengan pengetahuan,
nilai sosial, keterampilan intelektual, keterampilan klarifikasi nilai,
dan keterampilan sosial. Langkah ini bersamaan dengan penilaian
kebutuhan pebelajar belajar secara kognitif, efektif, dan keterampilan.
4. pemilihan strategi pembelajaran, dengan pendekatan inkuiri.
5. monitoring kesukaran belajar (evaluasi formative),
6. modifikasi pembelajaran,
7. evaluasi sumative, dan evaluasi dignostic dalam acuan remedial.
8. revisi program dan penyusunan raport.
Evaluasi
pembelajaran ilmu sosial pada dasarnya meliputi empat hal yaitu (i)
evaluasi diagnostic penempatan, (ii) evaluasi formative, (iii) evaluasi
diagnostic remidial, dan (iv) evaluasi summative. Evaluasi diagnostic
penempatan dilaksankan pada awal proses pembelajaran untuk mengenal
pebelajar dan mmelatakkan pebelajar pada berbagai tingkat tujuan.
Evaluasi
formative berguna untuk memantau efektivitas pembelajaran, sebhubungan
dengan strategi menajar, hasil belajar, cara belajar, dan konstruksi
kurikulum. Evaluasi formative mendasari perbaikan proses mengajar
belajar. Evaluasi ini sangat penting bagi belajar tuntas. Evaluasi
diagnostic reminial bertuna untuk mengenal sebab-sebab kesulitan
belajar.
Pelaksana
evaluasi summative ini sebaiknya adalah seorang ahli. Evaluasi
summative dilaksanakan pada akhir program pembelajaran. Tujuannya adalah
utnuk menentukan tingkat hasil belajar, dan mentukan efektivitas
program pembelajaran secara menyeluruh. Evaluasi pembelajaran ilmu
sosial sebagai bagian integral pembelajaran program pembelajaran
bertautan dengan tujuan pembelajaran, pendekatan, metode teknik-model
pembelajaran, unsur keilmuan.
Secara
keseluruhan dapat dikemukakan bahwa dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial
maka pembelajar ilmu sosial secara kreatif dapat memilih: (a) tipe
program pembelajaran ilmu sosial, (b) penentuan tekanan tentang tujuan
pembelajaran (goal dan objective), (c) pendekatan pengarajan yang dapat
paralel dengan penelitianilmu-ilmu sosial, (d) unsur keimuan berupa
fakta, konsep, generalisasi, teori, model ilmiah, hipotesis,
niliai-nilai, (e) model pembelajaran dari keluarga IPM, SIM, PM atau BM
(Joyce & Weil), (f) pendekatan mengenai media penajaran, dan (g)
pendekatan teknik-teknik evaluasi pengarajan ilmu-ilmu sosial. Pilihan tindak-tindak
mengajar tersebut merupakan kebebasan profesional pembelajaran
ilmu-ilmu sosial yang menjadi bagian dalam pengembangan ilmu-ilmu
sosial.
Problematika Konseptual Pembelajaran Ilmu-ilmu Sosial
Pembelajaran
ilmu-ilmu sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan pembelajaran
ilmu-ilmu yang lain. Keserupaan itu disebabkan oleh kenyataan bahwa (i)
ilmu-ilmu sosial adalah ilmu empiris, yang bahan pengetahuannya bersal
dari hasil penelitian ilmiah, (ii) ilmu-ilmu sosial terdiri dari fakta,
konsep generalisasi, konstruk, model-model ilmiah, dan teori, (iii)
pembelajaran ilmu-ilmu sosial merupakan realitas pembelajaran yang dapat
diteliti, baik secara ex postfacto, empiris, maupun eksperimental
(kuasi ekperimental). Pembelajaran ilmu-ilmu sosial berada dalam konteks
pembelajaran ilmu-ilmu yang lain. kedudukan pembelajaran ilmu-ilmu
sosial diantara ilmu-ilmu yang lain tergantung pada kebijaksanaan
terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini sebenarnya terletak di luar
pembelajaran ilmu sosial, walaupun dapat diduga akan berpengaruh pada
pembelajaran ilmu sosial.
Pada
umumnya ilmu pengetahuan dibuat atau terbentuk untuk memecahkan masalah
masyarakt. Terkait dengan “pemecahan masalah masyarakat” inilah banyak
kalangan yang mempersoalkan fungsi ilmu-ilmu sosial dan fungsi
pembelajaran ilmu-ilmu sosial. Pertanyaan tentang ilmu-ilmu sosial dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah
masalah-masalah sosial (masyarakat, negara, bangsa dan dunia
internasional) merupakan prblem yang dapat dipecahkan oleh ilmu-ilmu
sosial?
2. siapakah yang menjadi klien, dan tujuan siapakah yang akan digarap oleh ilmuwan sosial ?
3. apakah masyarakt itu dapat dijadikan sejenis “patient” oleh ilmuan? Siapa dan apa yang harus diubah oleh ilmuawan sosial?
4. Variabel-variabel strategis (hal-hal penting mana) apakah yang dapat dipandang sebagai hal-hal yang dapt dikontrol?
5. Variabel apakah yang dipandang tetap dan apakah yang dapat diubah?.
6. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat digunakan analogi, sutu perbandingan dan fungsi ilmuwan-kelamaan.
Sebagai
ilustrasi, kerja seorang konselor, atau ahli komputer. Konselor
berkewajiban memberikan berbagai pertimbangan konseling pada kliennya,
ahli komputer memperbaiki dan menciptakan program komputer. Ahli-ahli
tersebut bekerja secara profesional dengan menggunakan dasar hasil-hasil
penelitian eksperimental. Ahli-ahli tersebut menghadapi masalah
masyarakat, tetapi ia dapat melokalisirnya dalam bidangnya
masing-masing. Sebaliknya, ilmuwan sosial menghadapi problem dalam arti
menyangkut harkat dan masyarakat serta ilmuwan sosial tidak bekerja di
laboratorium, tetapi ia bekerja secara laboratoris. Penelitiannya
tergolong kuasi-eksperimental. “Penyakit” sosial cenderung
“disembunyikan” oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.
Ilmuwan
sosial hanya menemukan masalh secara terinci, terstruktur, masalah
sebenarnya dan sesungguhnya. Ilmuwan sosial hanya memberikan pengertian
mendalam tentang masyarakat (dalam arti lembaga, proses, aturan,
tindakan, dan nilai-nilai) dan pemahaman tentang indetifikasi diri
manusia seutuhnya.
Pengetahuan
yang disumbangkan oleh ilmuwan sosial berupa “saran tentang bagaimana
mengubah kondisi sosial manusia rekonstruksi sosial”, dan tidak berusaha
mengubah diri manusia. Ilmuwan sosial tidak dapt memcahkan masalah
sosial dengan bekerja seorang diri. Hal ini berbeda dengan ilmuwan
keilmualaman. Pertanyaan tentang fungsi pembelajaran ilmu-ilmu sosial
dapat dirumuskan sebagai berikut: (i) bagaimanakah kedudukan cabang
ilmu-ilmu sosial dalam suatu kurikulum sekolah? Pertanyaan ini
mempersoalkan cabang-cabang ilmu sosial seperti sejarah, ilmu
ekonomi,geografi, antropologi pada jenjang SD, SMTP, SMTA kelas A1, A2,
A3, A4 atau yang lain. (ii) apakah tujuan pengajaran atau tujuan belajar
ilmu-ilmu sosial? pertanyaan ini mempersoalkan misi pendidikan sekolah
sebagai alat rekonstruksi sosial, dan mengacu pada pendidikan sekolah
sebagai alat rekonstruksi
sosial, dan mengacu pada pendidikan pribadi, socio-civics, dan
pendidikan intlektual. Pembelajaran ilmu-ilmu sosial tentang nilai-nilai
erat hubungannya dengan pendidikan pribadi, untuk itu, kalangan
pembelajar hendaknya menjadikan pembelajarannya sebagai media yang
efektif bagi pengembangan dan pelatihan kepribadian pebelajar.
ILMU – ILMU SOSIAL DAN SEJARAHNYA
Hubungan IPS dengan Mata Pelajaran Lainnya
A. Hubungan IPS dengan Mapel Agama
Kesadaran
akan adanya keterbatasan dari diri manusia telah ada sejak manusia itu
ada. Keterbatasan akan memahami kejadian alam seperti gempa bumi, gunung
meletus, dan sebagainya. Keterbatasan manusia memahami
peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari seperti kelahiran,
kematian,sakit dan mimpi. Kesadaran ini menyadarkan manusia akan adanya
kekuatan diluar dari dirinya yang tidak tampak dan diluar jangkauan
pikirannya yaitu disebut kekuatan supranatural.
Dari
adanya kesadaran akan kekuatan supranatural itulah lahir sistem
kepercayaan. Seperti kepercayaan pada roh nenek moyang (animisme),
kepercayaan pada kekuatan alam (dinamisme), kepercayaan yang menganggap
suci binatang tertentu (totemisme), pemujaan kepada pelaksanaan upacara
(shamanisme), percaya pada dewa-dewa (politheisme), dan sebagainya.
B. Hubungan IPS dengan Bahasa Indonesia
Bahasa
mencerminkan kepribadian individu dan kebudayaan masyaraktnya, dan pada
gilirannya bahasa turut membentuk kepribadian dan kebudayaan. Hubungan
antara bahasa seorang individu dan kepribadiannya, seperti juga halnya
hubungan antara bahasa dan kebudayaan. Cara berbicara seseorang
mencerminkan kepribadiannya, gaya kognitifnya dan disposisi
kepribadiannya.Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak
boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang
terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi,
tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan
lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai
bahasanya.
C. Hubungan IPS dengan Pendidikan Kewarganegaraan
Memiliki
kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya,
melalui pemahaman terhadap nilai-nilai dan kebudayaan masyarakat serta
menjadi warga negara yang baik. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara
yang baik dalam kehidupannya dan mengembangkan kemampuan siswa
menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan
yang dihadapinya.
1. Tujuan Pembelajaran Ilmu-ilmu Sosial
Dewasa
ini timbul tuntutan profesional yang mengemukakan pentingnya tanggung
jawab profesional dan relevansi pendidikan. Artinya, apa yang
dibelajarkan dan dipelajari harus berguna bagi individu, masyarakat, dan
negara. Pendidikan dan sistem pendidikan dipandang bertanggung jawab
atas kegagalan atau keberhasilan kegiatan pendidikan.
Dalam
pendekatan sistem kebutuhanm tujuan intruksional, merupakan
pertimbangan untuk pemilihan bahan pembelajaran. Penilaian tentang jenis
dan tingkat kebutuhan dilakukan oleh perendana program pendidikan pada
tingkat nasional atau yayasan. Pembelajar bertugas menjabarkan kebutuhan
tersebut pada tingkat kelas. Ada lima tipe kebutuhan yang perlu
diperhitungkan oleh pembelajar, yaitu (i) kebutuhan normatif, (ii)
keinginan, (iii) tuntutan, (iv) kebutuhann perbandingan, dan 9v)
kebutuhan pada masa yang akan datang. Secara paedagogis pembelajar perlu
menawarkan kelima tipe kebutuhan pada masa yang akan datang. Secara
pendagogis pembelajar perlu menawarkan kelima tipe kebutuhan tersebut
kepada pebelajar, sebab pada umumya pebelajar belum menyadari adanya
kebutuhan tersebut.
Perencanaan
pendidikan atau ahli kurikulum bertanggung jawab meramu bahan
pembelajaran sesau kebutuhan masyarakat dan negaranya. Bila kebutuhan
telah diidentifikasi, diperiksa, dan kemudian urutan prioritas
ditentukan, maka kebutuhan tersebut dijabarkan menjadi tujuan
intruksional dalam arti aim, goal, dan objective. Menurut Tobert F.
Maager tujuan dalam arti objective atay behavioral objective (tujuan
berupa perilaku) melukiskan keadaan pada si pebelajar. Secara umum
tujuan pembelajaran ilmu-ilmu sosial, khsusnya dalam arti social studies
atau IPS, adalah meliputi tiga segi pendidikan seperti humanistic
education, socio-civic education, dan intllectuall education (pendidikan
kemanusiaan, kemasyarakatan-kenegaraan, dan pendidikan intelektual).
Jabaran
tujuan umum pembelajaran tersebut berbeda-beda menurut berbagai ahli
yang meneliti tujuan pembelajaran. Pada umunya di Amerika Serikat ada
tiga cara pengklasifikasi pendidikan intelektual yang dgunakan yaitu (a)
cara Benjamin Bloom dkk, (b) cara J.P. Guilford, dan (c) cara Hilda
Taba. Bloom dkk, membedakan enam katagori kongnitif, yaitu (i)
pengetahuan, (ii) komprehensi, (iii) aplikasi, (iv) analisis, (v0
sistesis, dan (vi) evaluasi. Dalam teori operasi mental
Guilford mengemukakan lima keterampilan dasar berupa (i)
kognisi--sebanding dengan kesesuaian fakta dan idea, (ii)
ingatan--sehubungan dengan ingatan pada suatu informasi, (iii) berfikir
konvergensi—menyatakan norma perilaku, (iv) berfikir
divergensi—menunjukan ada kreativitas dan kecakapan memcahkan masalah,
dan (v) evaluasi—seperti maksud Bloom.
Hilda
Taba mengemukakan pengkategorian yang disebut tugas kognitif (cognitive
tasks). Tugas kognitiv tersebut adalah (i) pembentukan konsep. Konsep
terbentuk apabila pebelajar (a) menghitung unsur, (b) menemukan dasar
untuk mengelempokan unsur, (c) mengidentifiasi ciri-ciri umum unsur
dalam kelompok, (d) memberi nama kelompok, dan (v) memasukkan
unsur-unsur yagn terhirung dalam nama-nama kelompok tersebut. (ii) Tugas
kognitiv kedua adalah terdiri dari interprestasi, mengemukakan
pendapat, danmenarik generalisasi. (iii) tugas kognitiv ketiga adalah
menggunakan fakta dan prinsip untuk menerangkan fenomena yang tidak nma
atau memprediksikan akibt adanya kondisi yang telah diketahui.
Pengkategorian
tingkat berfikir ketiga ahli tersebut bergerak dari tingkat berfikir
sederhana menuju ke yang kompleks. Tentang pendidikan moral pada
pembelajaran IPS juga banyak penelitian. Model-model pendidikan moral
yang terkenal di Amerika Serikat adalah model Asosiasi Filsafat
Columbia, model Rauf, model Hunt dan Metcalf, model Hilda Taba, model
Oliver dkk, model Rathdkk, model Kohlberg.
Pada
umunya ahli-ahli pendidikan moral pendapat bahwa tujuan umum
pembelajaran IPS adalah membantu pebelajar utnuk mengembangkan
keterampilan keputusan rasional sehingga ia dapa memecahkan persoalan
pribadi dan ikut berpartisipasi sosial. Agar seseorang dapat mengambil
keputusan rasional sehingga ia dapat memcahkan persoalan pribadi dan
ikut berpartisipasi sosial. Agar seseorang dapat mengambil keputusan
rasional maka ia harus mampu mengenal dan mengklarifiksi
nilai-nilaisehingga ia dapat mengatasi konflik nilai secara bijaksana.
Pada
umumnya berbagai model pendidikan moral tersebut berupaya agar
pebelajar dapat mengenal nilai yang berlaku, kemudian menemukan,
menganalisis dan menempatkan nilai pilihannya dalam suatu hierarkhie,
dan akhirnya mengembangkan nilai-nilai baru. Tentang keterampilan sosial
pada pembelajaran IPS, Fraenkel mengkategorikan sebagai
keterampilan-keterampilan untuk (i) membuat rencana dengan orang lain,
(ii) partisipasi dalam usaha meneliti sesuatu, (iii) partisipasi
prifuktif dalam diskusi kelompok, (iv) menjawab secara nopan pertanyaan
orang lain, (v) memimpin diskusi kelompok, (vi) bertindak sear
bertanggung jawab, dan (vii) menolong orang lain. Tujuan pembelajaran
ilmu-ilmu sosial yang berdimensi (i) pendidikan kemanusiaan, (ii)
pendidikan socio-civic, dan (iii) pendidikan intelektual tersebut
merupakan inti pendidikan di sekolah.
Ketiga
dimensi tujuan tidak terlepas dari materi ilmu-ilmu sosial yang berupa
peristiwa sosial dan gejala rohani. Materi ilmu-ilmu sosial yang berpa
realita sosial tidak terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan yang hanya
terungkap sebagai matarealita sosial. dimensi-dimensi kemanusiaan dan
socio-civic merupakan kekhususan materi ilmu-ilmu sosial, sedangkan
dimensi intelektual ditemukan pada pembelajaran ilmu-ilmu yang lain.
Dalam dimensi intelektual tersebut, mengingat dilemma
ilu-ilmu sosial di Indonesia, maka tujuan pembelajaran ilmu-ilmu sosial
di semua jenjang sekolah perlu memprioritaskan didikan nilai prasyarat
terbentuknya ilmu pengetahuan. Nilai-nilai dasar tersebut adalah (a)
nilai dasar penelitian, seperti keingin tahuan ilmiah, objektivitas,
kreativitas, kejujuran, (b) nilai pendukung keberhasilan penelitian
seperti kebebasan, ketekunan, keluwesan, tilikan, dan (c) nilai sistem
sosial keilmuan, seperti pertimbangan objektif, tanggungjawab keilmuan,
dedikasi keilmuan, dan komunalitas keilmuan. Nilai-nilai dasar tersebut
diats merupan aim atau tujuan umum pembelajaran ilmu-ilmu sosial. Tujuan
umum tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut menjadi objective oleh
pembelajar.
Para
ahli pendidikan dewasa ini menyarankan agar pembelajar menyusun rumusan
tujuan instruksional khusus, rumusan tujuan perilaku (behavioral
objective) untuk mempermudah tindak mengajar. Tentang rumusan tujuan
perilaku berkenaan dengan materi ilmu-ilmu sosial mengundang diskusi
para ahli pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar